Dalam kehidupan ini, terkadang Allah SWT melapangkan dan
menyempitkan urusan kita, sebenarnya Allah melapangkan kita, supaya kita tidak
selalu dalam berada dalam kesempitan dan Allah menyempitkan kita supaya kita
tidak hanyut dalam kelapangan. Allah SWT mengubah-ubah keadaan kita dari
kelapangan pada kesempitan, sedih ke
gembira, dari sehat ke sakit, dari kaya ke miskin, dari terang ke gelap, supaya
kita mengerti bahwa kita tidak terbebas dari hukum ketentuan-Nya, dan supaya
kita selalu berdiri diatas landasan LAA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH (tidak
ada daya untuk mengelakkan sesuatu dan tidak ada kekuatan untuk melaksanakan
sesuatu, kecuali dengan pertolongan Allah)
Mengutip Kitab Al Hikam, Ibn Atha Illah al-Sakandari, Abu
Bakar Assiddiq ra berkata, ”kami diuji dengan kesukaran, maka kami tahan,
sabar, tetapi ketika diuji dengan kesenangan atau kelapangan kami hampir tidak
sabar atau tidak tahan” Karena itu bagi beberapa orang arif, jika merasa lapang
lebih khawatir/takut daripada jika berada dalam kesempitan, karena didalam masa
kelapangan, hawa nafsu dapat lebih berperan mengambil bagiannya sedangkan dalam
masa sempit, hawa nafsu lebih sulit memperdaya.
Namun bagi sebagian orang, justru merasa nyaman-nyaman
saja dengan ujian kelapangan yang diberikan Allah, dan kadang ada yang
terhanyut dalam ujian kelapangan yang diberikan-Nya, hingga menombor duakan
Allah atau bahkan yang terparah melupakan Allah, Sang Pemberi Nikmat dan
Kelapangan. Setelah Allah mencabut ujian kelapangan dan menggantinya dengan
ujian kesempitan, maka barulah orang itu sedar dan kembali mengingat Allah.
Tidak sedikit dari kita yang tidak mampu menghargai
keberadaan Allah dikala senang, disaat lapang, dan baru kembali mengingat-Nya,
mencari-Nya, mendekati-Nya, saat berada dalam kesulitan/kesempitan. Apabila kita tidak ingin, diingatkan oleh
Allah melalui ujian kesempitan, ujian kesusahan, maka ingatlah Allah selagi kita berada dalam
kelapangan dan kemudahan.
Tunaikanlah semua kewajiban kita dengan sebaik-baiknya,
jangan sampai kita melupakan fitrah kita diciptakan-Nya, yaitu untuk mengabdi
kepada-Nya, seperti tertulis dalam firman-Nya di surah Adz Dzariyat ayat 56
Allah swt berfirman : ”Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku/mengabdi
kepada-Ku”
Mengutip Al Hikam, Ibn Athaillah al Sakandari, Wahb bin
Munabbiih berkata, Allah swt berfirman : “Hai anak Adam, ta’atilah perintah-Ku
dan jangan engkau beritahukan kepada-Ku apa yang menjadi hajat keperluan yang
baik bagimu (yakni engkau jangan mengajari kepada-Ku apakah yang baik
bagimu). Sesungguhnya Aku telah
mengetahui kepentingan hamba-Ku. Aku
memuliakan siapa yang patuh pada perintah-Ku dan menghina siapa yang meremehkan
perintah-Ku. aku tidak menghiraukan
kepentingan hamba-Ku sampai hamba-Ku memperhatikan hak-Ku (yakni memperhatikan
kewajibannya terhadap Aku)”
Dengan memperhatikan Firman Allah tersebut diatas,
sebaiknya kita meyakini, bahwa sebenarnya, hidup kita susah atau senang,
sebenarnya itu sangat terkait dan tergantung pada seberapa besar keimanan kita
kepada Allah dan pada seberapa besar kita menempatkan Allah dalam hati,
sudahkah menjadi prioriti utama? Karena semua Firman Allah pasti benarnya. Kita ingin hidup kita berjalan mulus, rezeki
lancar, dapat meraih cita-cita, tapi kita tidak mementingkan Allah dan
mengabaikan Allah yang Maha Pemberi Segala.
Sebenarnya Allah swt, memberikan kita ujian kesulitan,
kesempitan, itu untuk kebaikan kita sendiri, untuk menyadarkan kita dari kelalaian
jiwa dan ketahuilah Allah swt tidak pernah membuat hamba-Nya menderita, kita
menderita karena ulah kita sendiri.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan