Ahad, 28 Oktober 2012

HATI UMPAMA RAJA




Sesungguhnya hati adalah raja, seluruh tubuh adalah pelaksana titah-titahnya, siap menerima hadiah apa saja, dan karena perintah hatilah istiqamah dan penyelewengan itu ada.
Dan karena hati manusia adalah raja yang mengatur rakyatnya dengan kewenangan mutlak, baik dan buruknya bangsa itu akan berpulang kepada kualiti si raja itu sendiri. Sehingga Rasulallah saw pun menyebutkan
fenomena ini dalam hadist beliau yang terkenal itu. Bahwa baik buruknya seorang manusia akan ditentukan oleh baik buruknya hatinya. Istiqamahnya atau menyimpangnya seluruh anggota badan ditentukan oleh keadaan hati si
pemiliknya. Artinya, semua jenis perilaku manusia, baik buruknya, hakikatnya bersumber dari hati yang bersih dan sehat, atau kotor dan rosak. Karena pilihan-pilihan iradah, niat, serta amalan, adalah hasil akhir dari pilihan-pilihannya hati.
Untuk itulah, hati harus mempertanggung jawabkan setiap pilihan itu, karena setiap pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
Sebagaimana Allah telah berfirman, “Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan
dimintai pertanggungjawabannya.”(Al Isra’: 36).

Penyakit Hati dan Macam-Macamnya

Adapun penyakit hati ini tersembunyi, boleh jadi pemiliknya tidak tahu, karena itu dia mengabaikannya. Kalau pun tahu, mungkin dia tidak sabar menanggung
pahitnya ubat, karena ubatnya adalah menentang nafsu. Kalau pun dia sabar, belum tentu dia mendapatkan doktor yang boleh mengubatinya. Doktor disini adalah ulama’.
Sebelum saya memaparkan beberapa macam penyakit hati, sebelumnya akan lebih baik kita mengetahui apa sebenarnya atau bagaimana hati yang sakit dan hati yang sehat itu sendiri, karena kita tidak akan bisa megetahui penyakit-penyakit hati kalau kita tidak mengetahuinya.
Adapun hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Sedangkan hati yang sehat adalah hati yang selamat. Selamat disini di definisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang
bertentangan dengan perintah Allah dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran.
Dan sebagai seorang muslim kita wajib untuk mengindari hal-hal yang bisa merusak hati dan memahami betul penyakit-penyakit hati, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

Hubbud Dunya (cinta dunia)

Sesungguhnya hakikat dunia itu bagaikan singgah atau beristirahat sejenak dibawah pohon, lalu kemudian meninggalkannya. Sebagaimana sabda Nabi,

ﻣَﺎ ﻣَﺜَﻠِﻲ ﻭَﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺍِﻟَّﺎ ﻛَﺮَﺍﻛِﺐٍ ﺳَﺎﺭَ ﻓِﻲ ﻳَﻮْﻡٍ ﺻَﺎﺋِﻒٍ ﻓَﺎﺳْﺘَﻈَﻞَّ
ﺗَﺤْﺖَ ﺷَﺠَﺮَﺓٍ ﺳَﺎﻋَﺔً ﻣِﻦْ ﻧَﻬَﺎﺭٍ ﺛُﻢَّ ﺭَﺍﺡَ ﻭَﺗَﺮَﻛَﻬَﺎ


Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan dunia dan diriku adalah seperti seseorang yang beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon pada siang yang amat panas, kemudian ia pergi dan meninggalkannya.”(HR. Ahmad)

Cinta dunia amat berbahaya bagi keutuhan pandangan hati yang bersih. Bila hati sudah terbalut cinta dunia, segala tindak tanduk seorang manusia akan disetir oleh ambisi keduniaan. Segala kedudukan, status dan ketenaran akan mereka gunakan sebagai alat untuk mengorek hasil dunia. Bahkan kedudukan mulia sebagai seorang ahli agama, seorang ulama’ atau seorang ahli
fatwa dan ahli ijtihad sekalipun bisa dijadikan jalan untukmengejar menikmatan dunia. Seperti disebutkan dalam firman Allah,

ﺯُﻳِّﻦَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﺣُﺐُّ ﺍﻟﺸَّﻬَﻮَﺍﺕِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﺒَﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻘَﻨَﺎﻃِﻴْﺮِ ﺍﻟﻤُﻘَﻨْﻄَﺮَﺓِ
ﻣِﻦَ ﺍﻟﺬَّﻫَﺐِ ﻭَﺍﻟﻔِﻀَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻴْﻞِ ﺍﻟْﻤُﺴَﻮَّﻣَﺔِ ﻭَﺍﻟْﺄَﻧْﻌَﺎﻡِ ﻭَﺍﻟْﺤَﺮْﺙِ ﺫَﻟِﻚَ ﻣَﺘَﺎﻉُ
ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭﺍﻟﻠﻪُ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺣُﺴْﻦُ ﺍﻟْﻤَﺂﺏِ


Ertinya: “Dijadikan indah pada(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik (jannah).”(Ali Imran:14)

Sebagaimana Ibnu Qudamah dalam minhajul Qashidin mengatakan “Ketahuilah bahwa cinta dunia adalah pangkal dari segala kesalahan”
Hati seorang pecinta dunia akan keras penuh dengan kemurkaan, mereka lebih menyukai duniawi dan bekerja untuknya, saling menyukai karena dunia, dan senang dengan menyebut-nyebutnya. Mereka menyukai kehidupan
dunia, karena itu mereka melayaninya. Malam harinya mereka jalani dengan penuh kecintaan dan ambisi kepada duniawi, membuat mereka menjadi kikir dan meminta-minta bagaikan orang fakir. Sebenarnya mereka fakir walaupun menghimpun banyak harta dan sebenarnya mereka kelaparan sekalipun kenyang.
Memang tidak dapat disangkal, bahwa bagaimana pun dan siapa pun, pasti memiliki kecenderungan atau bisa disebut rasa suka terhadap hal-hal duniawi. Namun kemudian Allah swt menegaskan bahwa semua kenikmatan itu tidak
ada apa-apanya dibandingakan dengan kenikmatan di sisi-Nya, yakni kenikmatan yang kekal abadi. Bukan kenikmatan yang tak ubahnya fatamorgana, seperti dunia ini. 
Allah berfirman yang ertinya, “Tidaklah kehidupan dunia ini melainkan kenikmatan yang memperdayai.”
(Ali Imran: 185).

Umar bin ‘Abdul Aziz menyampaikan sebuah khutbah yang demikian memikat dan sangat mendalam maknanya,
“Dunia bukanlah kediaman abadi kalian. Allah telah menetapkan dunia sebagai alam yang fana. Allah telah menetapkan kesulitan bagi para penghuni dunia selama didunia.”
Godaan dunia terkadang amat samar, dan hanya terlihat bila diperhatikan secara seksama dan penuh kesadaran jiwa. Artinya, hanya orang yang betul-betul sadar yang tahu kalau dirinya sudah terjebak dalam cinta dunia.

Ar Riya’

Penyakit yang sangat berbahaya bagi jiwa manusia yang sangat lemah adalah keinginan untuk melambung tinggi dengan mempergunakan media penipuan dan kedustaan. Seorang yang mempunyai sifat riya’ adalah orang yang
menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam batinnya.dan itu merupakan bentuk kesyirikan, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw yang ertinya, “Sesungguhnya tingkatan riya’ yang paling
rendah termasuk syirik.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Sesungghnya orang yang riya’ adalah orang yang membawa selubung kepalsuan yang terdapat di dalamnya keburukan perasaan terhadap orang lain, sepertinya ia menampakkan rasa cinta dan sayang, dimana justru sebaliknya ia membenci dan memuji dengan pujian dusta, ia tidak menyukai orang lain. Sungguh orang riya’ adalah orang munafik yang hanya menundukkan kepalanya kepada orang, yang seharusnya harus ditundukkan kepada
Allah swt sebagai pencipta yang maha agung.

DR. Sayyid Muhammad Nuh dalam kitabnya menyebutkan bahwa yang dinamakan riya’ yaitu mengerjakan amal shalih di hadapan manusia dan dilihat langsung oleh mereka. Sebagaimana firman Allah 
yang ertinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada
manusia…
”(Al Baqarah: 264)

Al Muhasibi mengatakan: “Sungguh aku takut dimana kebanyakan orang di zaman kita ini tergolong orang yang beribadah akan tetapi diri mereka tertipu (ghurur).” Sebenarnya riya’ adalah perilaku manusia yang menampakkan kebaikan, akan tetapi mereka tidak mengharapkan pahala akhirat, dan mereka hanya mengharapkan sesuatu yang berada di tangan manusia.

Ujub bin Nafsi (membanggakan diri)

Menurut Al Jurjanji, ujub adalah anggapan seseorang terhadap ketinggian dirinya, padahal ia tidak berhak untuk anggapan itu. Ujub merupakan cela dan perasaan yang sangat buruk. Hati manusia yang ujub, di saat ia merasa
ujub adalah buta sehingga ia melihat dirinya sebagai orang yang selamat padahal ia adalah celaka, ia melihat dirinya sebagai orang yang benar padahal ia adalah salah. Orang yang ujub selalu meremehkan atas perbuatan dosa
yang dilakukan dan selalu melupakan dosa yang telah diperbuatnya, bahkan hatinya buta sehingga melihat perbuatan dosa yang dilakukan sebagai perbuatan bukan dosa dan selalu memperbanyak perbuatan dosa itu. Orang
yang ujub selalu mengecilkan perasaan takutnya kepada Allah swt dan memperbesar rasa kesombongan kepada-Nya.

Allah swt berfirman,

ﻓَﻠَﺎ ﺗُﺰَﻛُّﻮْﺍ ﺃﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻫُﻮَ ﺃﻋْﻠَﻢُ ﺑِﻤَﻦِ ﺍﺗَّﻘَﻰ


Ertinya: “Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci, sebab Allah lebih mengetahui orang yang paling taqwa diantara kalian.”(An Najm: 32)

Ujub itu dibagi menjadi tujuh macam:

1. Seorang yang ujub dengan keindahan badannya, ujub dengan    kesehatannya, kekuatannya dan kegantengannya.
2. Ujub dengan akal dan kecerdikan serta dengan kepandaiannya dalam permasalahan-permasalahan baik permasalahan dunia atau keagamaan, ujub semacam ini akan membuat dirinya menjadi seorang intimidator serta
menganggap orang lain bodoh hanya karena berbeda pendapat dengannya.
3. Ujub karena mempunyai keturunan yang mulia, seperti ujub bani Hasyim atau keturunan kaum Quraisy, sehingga mereka beranggapan dengan kemuliaan datuk-neneknya membuat dirinya terampuni dari perbuatan dosa.
4. Ujub dengan silsilah raja Dzalim, bukan karena atas dasar ilmu dan ketaqwaan. Ujub karena keturunan raja yang dzalim ini merupakan akhir dari tindakan kebodohan manusia.
5. Ujub karena banyak memiliki anak, banyak mempunyai pembantu, keluarga, famili, penolong dan pengikut, seperti yang dikatakan orang-orang kafir, “Kami inilah yang banyak memiliki anak dan harta.”
6. Ujub karena harta, seperti firman Allah yang menceritakan tentang dua orang yang sama mempunyai kebun, dimana diantara keduanya ada yang mengatakan, “Aku ini lebih banyak mempunyai harta dibandingakan denganmu, dan aku ini adalah orang yang paling terhormat diantara
orang-orang.”
7. Ujub dengan pendapatannya yang salah, seperti yang difirmankan oleh Allah swt, “Apakah perbuatan orang yang dihiasi dengan keburukan lalu ia melihat perbuatan itu sebagai kebaikan.

Al Ghurur (Tipu daya)

Al Ghurur adalah rasa tenangnya jiwa terhadap perilaku yang sesuai dengan hawa nafsu, dan biasanya sifat ini cenderung berupa penipuan yang berasal dari setan. Penyakit batin ini sangat berbahaya, karena dapat menghancurkan jiwa seseorang, merusak amal, menghapus pahala dan mencelakakan mereka di akhirat. Andai orang-orang yang terkena penyakit ghurur mau memperhatikan dan mengambil pelajaran dari para pendahulunya, maka tidak akan terperosok dalam sifat yang iblis sendiri pernahgagal ketika diuji oleh Allah dengan sikap ini, sehingga menjadi orang-orang yang merugi. Karena itu, hendaklah orang-orang yang tertipu dan bangga terhadap diri itu mendengarkan sabda Rasulullah saw yang berbunyi,

ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٌ: ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ , ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺍِﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ


Ertinya: “ Tiga perkara yang membinasakan: bakhil yang ditaati, 
                hawa nafsu yang diikuti dan 
                kekaguman seseorang terhadap diri sendiri.”(HR. Ath Thabrani)
‘Aisyah pernah ditanya, "Bila seseorang dianggap berbuat jahat?”
Ia menjawab, “Bila menyangka telah berbuat baik.”
At Tustari berpendapat bahwa Al Ghurur ini adalah setan, seperti yang dikatakan, “Termasuk perilaku-perilaku setan adalah andai-andai dan Al Ghurur.”(Dr. Kamal Ja’far, Nushush min Turast As Sufi, jilid II ).

Takabur Dan Sombong

Takabur juga berarti sombong, yaitu berusaha menampakkan keagungan dirinya. Dan Allah akan memberikan balasan yang setimpal kepada pelaku takabur dan sombong, sebagaimana firmannya yang artinya,
Masuklah kalian semua ke dalam pintu-pintu neraka, kekal didalamnya, dan itu adalah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang takabur.”(Ghafir: 76)
Sedangkan takabur itu timbul dari sifat ujub, dengki, hasad, riya’. Dan sumber ketakaburannya adalah kebodohan seseorang tentang derajat dirinya.
Jika seorang hamba tidak mengenal derajat dirinya, maka ia akan bersikap takabur, dan sikap tersebut adalah yang pertama kali timbul di dalam hatinya. Jika seorang hamba telah merasa besar dan perasaan ini terdapat di dalam
hatinya, maka ia akan merasa sombong dan buta serta merasa banga diri. Jika sikap ini berkelanjutan di dalam dirinya, ia akan menjadi seorang yang memiliki perasaan tinggi diri, dan merasa sebagai orang yang istimewa.
Adapun takabur ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu
“takabur batin” dan “takabur dhahir. 
Takabur batin merupakan ketakaburan akhlak batin, dan 
takabur dhahir adalah ketakaburan yang tampak di dalam perilaku lahiriyah.

Cara Menanggulangi Penyakit-Penyakit Hati

Setelah kita tahu akan penyakit-penyakit hati, maka sepatutnya kita juga harus mengetahui ubat atau cara untuk menanggulangi penyakit-penyakit tersebut, agar kita semua terhindar dari tindakan-tindakan yang dapat merosak amal ibadah kita. Adapun cara untuk menanggulanginya da mengobatinya yaitu antara lain:

Taubat

Bertaubat dari segala dosa, kembali kepada yang maha menutupi aib dan yang maha mengetahui hal-hal yang ghaib, adalah awal dari jalan para penempuh. Ia juga merupakan modal utama orang-orang sukses, langkah
awal para ahli iradah, dan pangkal penyucian para muqarrabin.
Taubat adalah permulaan seorang hamba, sekaligus penghujungnya, sebagaimana firman Allah,

ﻭَﺗُﻮْﺑُﻮْﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻤِﻴْﻌًﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮْﻥَ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮْﻥَ


Ertinya: “Dan bertaubatlah kepada Allah semuanya, wahai orang-orang yang beriman, semoga kalian mendapati kemenangan.”(An Nur: 31)
Taubat yaitu kembalinya seorang hamba pada Allah swt, meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai, dan meninggalkan jalan orang-orang sesat. Kita semua diwajibkan untuk bertaubat apabila kita melakukan dosa, baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja. Dalam firman Allah yang ertinya, 
Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka merekalah orang-orang yang zhalim.”(Al Hujurat: 11).
Jika dosa yang dilakukan adalah hak Allah swt, maka taubat memiliki tiga syarat: penyesalan, berhenti dari dosa, dan azam (tekad) untuk tidak mengulanginya. Taubat tidak akan pernah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa. Sebab orang yang tidak menyesal atas keburukan yang ia lakukan bererti ia ridha dan menikmatinya. Dalam musnad dinyatakan, sesal itu
taubat.
Tentang berhenti dari kemaksiatan, rasanya mustahil taubat itu hadir di saat seseorang melakukan dosa. Azam untuk tidak mengulangi perbuatan dosa, haruslah benar-benar dibangun diatas keikhlasan dan keseriusan. Bahkan para ulama menambahkan sebuah syarat, tidak mengulangi perbuatan dosa. Ada yang berkata, “Bila saja seseorang mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah
bahwa taubatnya tidak benar”. Tetapi sebagian besar ulama’ tidak mensyaratkannya.

Zuhud

Sahl bin Sa’ad As Sa’idy berkata, “Seseorang mendatangi Nabi bertanya, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amal, jika aku mengerjakannya aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai pula oleh sekalian manusia!”
Rasulullah saw menjawab,

ﺍِﺯْﻫَﺪْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻳُﺤِﺒُّﻚَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺍﺯْﻫَﺪْ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻳُﺤِﺒُّﻚَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ


Ertinya: “Zuhudlah terhadap dunia niscaya kamu dicintai oleh Allah. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia niscaya kamu akan dicintai oleh mereka. “(HR. IbnuMajah)

Hadis ini memberitahukan bahwa Allah swt mencintai orang-orang yang zuhud terhadap dunia. Adapun pengertian zuhud sendiri yaitu berpalingnya keinginan
terhadap sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik darinya.
Rasulallah saw juga bersabda, yang ertinya:

“Jika kalian melihat seseorang yang diberi kezuhudan di dunia dan diberi akal, maka dekatilah ia karena ia akan mengajarkan hikmah.”(HR. Ibn Majah dengan hadis yang serupa, dan didalamnya ada yang dha’if)

Orang yang zuhud sangat tidak senang dengan berlimpah ruahnya harta dan tidak merasa susah dengan kehilangannya, karena apabila kita mempunyai sifat zuhud, maka otomatis kita akan mengutamakan ibadah kita kepada Allah dan tidak akan mempedulikan akan banyaknya harta dan tidak akan merasa sedih apabila kehilangannya.

Sabar

Sabar menurut bahasa ialah menahan dan mencegah diri. Sebagaimana firman Allah yang ertinya, “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaannya.”(Al Kahfi: 28)

Adapun menurut istilah adalah menahan diri untuk tetap mengerjakan sesuatu yang disukai oleh Allah atau menghindarkan diri dari melakukan sesuatu yang dibenci oleh-Nya. Dengan kata lain sabar yaitu bertahan dalam mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menahan diri dari mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh-Nya.
Menurut pendapat kami bahwasanya sabar ialah media paling kukuh sebagai terapi penyakit hati, yaitu apabila sipenderita mampu bersabar, maka itulah ubat yang paling ampuh dalam mengubati penyakit-penyakit hati. Maka dari itu kita dianjurkan untuk selalu bersabar didalam segala sesuatu apapun, baik dalam keadaan sedih maupun gembira.
Allah swt menjadikan sabar bagai kuda yang tak lelah, pedang yang tak pernah tumpul, pasukan perang yang tak terkalahkan, dan benteng yang tak tertaklukkan. Sabar dan kemenangan ibarat dua saudara kandung, dalam Al Qur’an Allah swt telah memuji orang-orang yang sabar. Bagi mereka, pahala yang tak terputus. Dia selalu bersama mereka dengan hidayah-Nya, pertolongan-Nya yang mulia, dan kemenangan yang nyata dari-Nya. Allah berfirman yang ertinya,

Dan sabarlah kalian! Sesungguhnya Allah bersama orang-
orang yang sabar
.”(Al Anfal: 46)

Tawakkal

Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah swt untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudlaratan, menyangkut urusan dunia maupun akhirat.
Allah swt berfirman yang ertinya,

Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan baginya jalan keluar dan memberi dia rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” 
(Ath Thalaq: 2-3)

Tawakkal adalah kedudukan yang paling mulia lagi besar manfaat dan pengaruhnya bagi penyakit-penyakit hati dan sangat diperlukan sekali oleh setiap hamba Allah, karena apabila mereka mendapat suatu masalah, pasti mereka akan meminta pertolongan kepada Allah seraya kembali kepada-Nya dengan penuh rasa tawakkal. Dengan demikian, Allah pun akan melenyapkan kesulitan dan memberi kemudahan bagi hamba-Nya, sehingga mereka
merasa tenang hatinya, teduh jiwanya lagi ridha dengan apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah atas mereka, serta menghargai sepenuh hati. Ibnul Qayyim telah mengatakan bahwa seandainya seorang hamba bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal untuk melenyapkan sebuah gunung dari tempatnya karena hal itu diperintahkan kepadanya,
niscaya dia dapat melenyapkannya.
Tawakkal dapat dipandang dalam suatu pekerjaan bukan sebagai kewajiban semata, melalinkan juga fardu agama yang tidak hanya berkaitan dengan urusan agama, tetapi juga termasuk di dalamnya urusan duniawi. Dengan kata
lain, tawakkal tidak hanya berkaitan dengan urusan duniawi dan mencari rezeki semata, tetapi diharuskan pula alam masalah ibadah kepada Allah swt. Tawakkal bagi seorang muslim adalah aqidah.
Allah berfirman,

ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﺘَﻮَﻛَّﻠُﻮْﺍ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ

Ertinya: “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.”(Al Maaidah: 23)

Dzikir dan Do’a

Dzikir adalah termasuk ibadah yang paling mudah. Tidak memerlukan banyak waktu maupun usaha, bahkan anda boleh mengerjakannya bila-bila dan dimana saja. Anda juga boleh mengerjakan ibadah ini entah anda dalam keadaan belum wudhu atau sudah. Para ulama’ Islam telah sepakat bahwa ubat yang paling besar dan penawar yang paling baik adalah dzikrulllah.
Untuk itu, marilah kita membiasakan diri untuk berdzikir kepada Allah setiap pagi dan petang, baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. 
Allah swt berfirman,

ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳَﺬْﻛُﺮُﻭْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﻗِﻴَﺎﻣًﺎ ﻭَﻗُﻌُﻮْﺩًﺍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺟُﻨُﻮْﺑِﻬِﻢْ ﻭَﻳَﺘَﻔَﻜَّﺮُﻭْﻥَ ﻓِﻲ
ﺧَﻠْﻖِ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖَ ﻫَﺬَﺍ ﺑَﺎﻃِﻠًﺎ ﺳَﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﻓَﻘِﻨَﺎ
ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِِ

Ertinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(Al Imran: 191)


ﺃَﻟَﺎ ﺑِﺬِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗَﻄْﻤَﺌِﻦُّ ﺍْﻟﻘُﻠُﻮْﺏُ


Ertinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.” 
(Ar Ra’d)

Sedangkan do’a yaitu meminta sesuatu yang diinginkan dan terpenuhinya keperluan dalam meraih manfaat atau menolak mudharat. Do’a merupakan tanda-tanda ibadah, sehingga dalam hadis disebutkan,

ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻣُﺦُّ ﺍﻟﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ


Ertinya: “Do’a adalah otaknya ibadah.”

Ibnu Qayyim mengatakan,
“Sesungguhnya di dalam hati terdapat sebuah sobekan yang tidak boleh  dijahit kecuali dengan menghadap penuh kepada Allah swt. Di dalamnya juga ada sebuah keterasingan yang tak mampu di ubati kecuali dengan menyendiri bersama Allah swt Maka dari itu dzikir dan do’a merupakan penawar dari
sekian banyak penawar bagi penyakit-penyakit hati.

Muhasabah

Muhasabah adalah masalah yang sangat penting. Hanya berkisar padanyalah masalah kebahagiaan dan perbaikan tidak dapat dilakukan kecuali hanya dengan muhasabah atau melakukan intropeksi diri. Tanpa intropeksi diri, jiwa
manusia tidak akan menjadi baik, barang siapa yang melakukan inropeksi diri hari ini, niscaya dia akan beroleh keamanan hari esoknya. Muhasabah atau intropeksi diri dilakukan dengan cara memperhatikan keadaan diri, merenunginya, dan mengenal kelemahan-kelemahan yang ada di dalamnya. Muhasabah atau intropeksi diri merupakan jalan yang tiada keselamatan kecuali dengan melaluinya.
Allah swt berfirman, yang ertinya,

“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan, Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
(Al Mujadilah: 6)

Mengapa kita harus bermuhasabah? untuk mengetahui aib diri barangsiapa tidak mengetahui aib dirinya sendiri, tidak mungkin mampu membuangnya. Yunus bin ‘Ubaid berkata,
“Aku benar-benar mendapati seratus bentuk kebajikan. Tetapi kulihat, tidak ada satu pun yang ada pada diriku.”
Muhammad bin wasi’ berkata, “Seandainya dosa-dosa itu mempunyai bau, sungguh tidak ada seorang pun yang sanggup duduk di dekatku.”
Mengetahui hak Allah terhadapnya Hal itu akan membuatnya mencela nafsunya sendiri serta membebaskannya dariujub dan riya’. Juga membukakan pintu ketundukan, penghinaan diri, kepasrahan di hadapanNya, dan keputusasaan terhadap dirinya sendiri.
Sesungguhnya keselamatan itu hanya dapat dicapai dengan ampunan dari Allah swt dan rahmat-Nya. Merupakan hak Allah swt untuk ditaati dan tidak
dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikafiri.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan